Mutasi Sunyi 2
“Biar sajalah kali ini aku mengecap pendamaian yang lama”
Entahlah, suara yang bagaimana?
menyusup menembus reranting jiwaku
menggetarkan hati dalam gigil tubuh ini
rinding tengkukku, seakan akan ada yang keluar
Setan setan yang telah terbaring dan mendaging
tiba tiba mengelupas, seketika.
Meninggalkan firdausku yang koyak
mereka terbirit meleleh membuat sungai lilin
mengalir ke lembah lembah
tak berhorison
Aku tak tahu, dari sebelah mana
suara itu menampar keberanianku
Rindu mengenduskan petualangan sunyi
Jiwa mengkontempelasikan “jasad tanpa peta” – selama ini
Tiba tiba meruhkan kerinduan pada dinding penuh jelaga
dan rasa malu yang teramat
“Biar sajalah kali ini aku mengecap pendamaian yang lama”
kini – entah kenapa – seluruh sendi tak berurat
betul betul tak paham,
gema azan itu benar-benar telah menamparku
memporak porandakan seluruh keberanian
yang kupertahankan dalam ambigu
mengingatkanku pada silu’et kolase sejarah kusut
hingga menyisakan tetesan bening air mata
di sudut tepian sajadah biru, pemberian bundaku
: yang terakhir
Tak pernah sebelumnya selega ini
mulut terkunci, air mata inilah bahasaku
di kaca kaca mataku, terlirih do’a
“Beri sajalah kali ini aku pendamaian yang lama, dalam sujudku
dan selamanya”
Bjm, 5 April 2003
Sendiri pada sebuah kamar kontrakan
di Banjarmasin